Gejala atau tanda-tanda
Gejala
yang muncul akibat sindrom down dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak
sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas.
Penderita
dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang
menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly)
dengan bagian anteroposterior kepala mendatar.
Pada
bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan
lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit
dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda
klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas
jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun
kaki melebar.
Sementara
itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics).
Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada
sistem organ yang lain.
Pada
bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease. kelainan
ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan cepat.
Pada sistem pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia).
Apabila
anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti
muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom
melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal
kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom
down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati
memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak
dengan sindrom down lebih tinggi.
Pada otak
penderita sindrom Down, ditemukan peningkatan rasio APP (bahasa Inggris: amyloid precursor protein)[2] seperti pada penderita Alzheimer.
Definisi sindrom down
Sindrom
down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak
yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini
terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat
terjadi pembelahan.
Pencegahan
Pencegahan
dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis
bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu
hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di
atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena
mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi.
Sindrom down tidak bisa dicegah, karena DS merupakan kelainan yang disebabkan
oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi
3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat
ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya DS.
Diagnosis
dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan
cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin
pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis
(pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.
Pemeriksaan diagnostik
Untuk
mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang dapat
membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:
- Pemeriksaan fisik penderita
- Pemeriksaan kromosom
- Ultrasonografi (USG)
- Ekokardiogram (ECG)
- Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)
Penatalaksanaan
Sampai
saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi
kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat
mengalami kemunduran dari sistem penglihatan, pendengaran maupun kemampuan
fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah.
Dengan
demikian penderita harus mendapatkan dukungan maupun informasi yang cukup serta
kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan
kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya.
Pembedahan
biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung,
mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya
kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena
infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi
pencegah infeksi yang adekuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar